Saturday, March 24, 2007

Poligami Menurut Kaca Mata Islam

Poligami Menurut Aturan Islam
Oleh: Era Findo el Faqih
A. Pendahuluan

Sebagai hamba yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, maka marilah kita selalu bersyukur kepada-NYA. Jikalau bukan karena rahmat dan petunjuk dari-NYA, tentu kita sudah termasuk hamba yang merugi. Dan sesatlah kita di alam dunia ini. Diantara bentuk petunjuk yang Allah berikan kepada kita adalah, Ia turunkan al-Quran sebagai penerang jalan dan pembebas kita dari segala permasalahan yang kebanyakan dari kita tidak bisa menyelesaikannya. Maka datanglah al-Quran sebagai pelita penerang itu.
Shalawat berangkai salam taklah lupa kiranya kita persembahkan kepada Rasul junjungan umat Islam di alam ini. Beliaulah Rasulullah SAW. Dengan perantaraan beliau jugalah kita dapat merasakan kehidupan secara Islami hingga saat ini. Dengan petunjuknya juga, maka dapatlah insan dengan mudah memahami apa yang tersirat di dalam al-Quran. Sungguh, beliau adalah insan yang utama dan termulia di dunia ini dan di akhirat nanti.
Berbicara masalah poligami, maka kita akan dihadapkan kepada sebuah permasalahan yang cukup pelik dan butuh kepada pemahaman nas yang mantap yang terdapat di dalam al-Quran dan hadits-hadits Nabi SAW. Pemahaman yang penulis maksudkan adalah pemahaman yang benar-benar sesuai dengan pemahaman salaful ummah. Bukan pemahaman yang didengung-dengungkan oleh sebagian orang yang tak memahami nas dan tak pula menempatkan dalil pada tempatnya.
Sebenarnya poligami ini tidaklah menjadi wacana baru yang terjadi di kehidupan anak manusia. Semenjak dahulu kala, poligami ini juga telah ada. Namun pelaksanaannya saja yang kurang bagus dan sangat jauh dari nilai kemaslahatan. Yang penulis maksudkan adalah, kebanyakan praktek poligami yang terjadi sebelum datangnya Islam, seolah-olah merendahkan martabat kaum hawa. Dimana seorang pria bebas menentukan jumlah wanita yang ingin ia peristri dan bebas pula ia ceraikan kapan saja. Sungguh sangat keterlaluan. Maka dengan datangnya Islam, diaturlah kesenjangan itu. Sungguh Islam tidak melarang poligami. Bahkan Islam memberikan teori yang paling relevan dan sangat cocok dengan kehidupan manusia.


B. Pembahasan

1. Pengertian
Secara etimologi, poligami berarti: ''Sebuah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu bersamaan''. Namun arti ini belumlah terasa sempurna. Bahkan definisi ini mengandung sebuah kejanggalan. Seperti kalimat ''dalam waktu bersamaan''. Sebab dalam prakteknya, banyak sekali insan yang menikahi lawan jenisnya tidak dalam waktu yang bersamaan.
Defenisi yang lain, yaitu: Sistem perkawinan yang diakukan oleh lalaki terhadap beberapa wanita, baik dalam waktu bersaman atau pun tidak.
Istilah poligami khusus diperuntukkan bagi kaum lelaki dan untuk kaum perempuan istilahnya yaitu: Poliandri. Sedangkan antonim dari poligami adalah monogomi. Dengan artian, ia terambil dari kata poli yang berarti banyak dan mono yang artinya satu.

2. Napak Tilas Poligami Sebelum Datangnya Islam

Dalam buku Hakaikul Islam Wa abatil Khusumi, karangan Prof. Abbas Mahmud Aqad, beliau menjelaskan: '' Tidak ada larangan dalam kitab Taurat dan Injil untuk memiliki banyak istri. Bahkan hal tersebut di bolehkan serta menjadi warisan dari para nabi sejak zaman nabi Ibahim hingga zaman masehi.
Sementara itu, prof. Jurji Zaidan dalam bukunya; al-Mar'ah Baina al-Fiqh Wal Qanun, beliau memaparkan:'' Tidak ada keterangan yang jelas di dalam bangsa Nashrani yang mencegah untuk memiliki dua istri atau lebih. Jika mereka ingin berpoligami maka itu boleh-boleh saja.
Di zaman jahiliah praktek poligami ini lebih parah lagi. Bahkan seorang laki-laki berhak mengawini wanita dan menceraikannya sesuka hatinya. Dapat kita bayangkan, betapa rendahnya martabat wanita di zaman jahiliah. Diantara bentuk perendahan martabat itu, secara gamblang dapat kita ketahui melalui penuturan Ibn Abbas, ia mengatakan:'' Jika anak laki-laki dewasa ditinggal mati oleh ayahnya atau oleh ayah angkatnya, maka ia berhak atas istri ayahnya atau ibu tirinya. Bahkan jika ia mau, ia boleh mneggaulinya, dan jika ia tidak mau, maka ia boleh menahannya sampai janda itu bersedia membayar tebusan dengan hartanya. Atau dibiarkan mati, kemudian hartanya diambil.

3. Dalil Yang Membolehkan Poligami

? Sebenarnya hukum asal bagi poligami adalah boleh, sesuai dengan firman Allah SWT di Q.S An-Nisa:3 Yang artinya: " Dan jika kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita yang (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang kemudian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.'' ( an-Nisa: 3).
Serta Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh as Sunnah juga mengatakan bahwa hukum poligami itu adalah boleh. Ia tidak wajib dan tidak pula sunat. Bahkan bagi orang yang tidak sanggup untuk berlaku adil dan ia juga tak sanggup dalam memberikan nafkah, maka poligami baginya haram.
DR. Muhammad Bakar Ismai'l dalam bukunya al Fiqh al Islamiy Min al Kitab Wa as Sunnah A'la Mazahib al Arbaa'h, ia menuturkan: '' adanya perintah di ayat ini tidaklah menunjukkan kepada wajib dan tak pual sunat/ mandub. Namun ia hanya menunjukkan kepada kebolehannya.
? Sabda Nabi SAW: " Diriwayatkan dari Haris bin Qais, ia berkata: bahwa saya telah masuk Islam dan saya memilki delapan istri kemudian saya memberitahukan masalah tersebut kepada Rasulullah SAW. Dan beliau pun bersabda: pilihlah olehmu empat dari pada delapan istrimu (itu). (H.R. Abu Dawud) Sungguh Rasulullah SAW telah melakukan praktek poligami tersebut. Yaitu dengan sembilan istri. Setelah Nabi memiliki sembilan istri, ia tak diperbolehkan oleh Allah SWT untuk menikahi wanita lagi, melebihi jumlah tersebut. Allah SWT berfirman: ''Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu. Kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu''. ( al-Ahzab:52)
Ada sebuah pertanyaan yang menarik untuk kita pelajari jawabannya dan kita ambil hikmahnya, yaitu: kenapa Nabi SAW berpoligami dan apa hikmahnya? Maka jawaban yang tepat adalah karena poligami yang dilakukan oleh Nabi SAW ada bertujuan untuk kepentingan dakwah bukan untuk kepentingan dunia semata. Dengan poligami itu, dakwah Rasulullah SAW dapat menembus ke beberapa kabilah dan golongan. Dan diantara hikmahnya adalah; poligami yang Allah peruntukkan bagi Nabi SAW adalah merupakan nilai plus bagi beliau. Dengan poligami pula Nabi SAW dapat mengetahui permasalahan yang terjadi pada wanita. Seperi haid, nifas dll. Dan dapat pula istri-istri Nabi itu berdakwah kepada para wanita yang lainnya. Adapun nilai plus yang dimiliki oleh Nabi SAW, bahwasanya istri-istrinya itu tak bisa dinikahi oleh lelaki uang lain setelah wafatnya. Sebagaimana yang terdapat di firman Allah SWT, Q.S al-Ahzab:53
Yang artinya:'' Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini istri-istrinya selama-lamanya setelah ia wafat. Sesungguhnya (jika kamu melakukan perbuatan itu) maka amat besar dosanya di sisi Allah. (Q.S al-Ahzab:53)
Para sahabat, tabii'n dan para salafuna shalih sungguh mereka juga telah melakukan praktek poligami ini. Namun, mereka tak melebihi batas ketentuan. Dalam arti kata mereka tak menikah melebihi dari empat orang wanita.
Sebuah hadits dari Imam Malik menerangkan, bahwa Nabi SAW berkata kepada Ghailan bin Umayah ats-Siqafiy. Yang pada waktu itu Ghailan telah memeluk agam Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri. Nabi SAW bersabda kepadanya: '' Pilihlah empat dari mereka dan tinggalkan (ceraikan) sisanya.( H.R Nasai dan Daruqutni )
Hadits Nabi SAW dari Maqatil. Bahwa Qais bin Haris al-Asadiy, ia telah memeluk agama Islam dan ia memilki delapan orang istri. Maka takkala ia mengetahui surat an-Nisa:3 turun, langsung ia pilih Istrinya empat dan ia ceraikan sisanya.
Dalam buku berjudul: al-Islam Fi Qafas al-Ittiham, yang ditulis oleh DR. Syauqi Abu Khalil, beliau menjelaskan tentang praktek poligami: '' Sebenarnya yang mendasar dalam agama Islam itu hanya satu istri saja. Lebih dari 98 % muslim di dunia menikah dengan satu istri . Tapi ada beberapa faktor yang membuat seorang muslim atau non-muslim harus berpoligami, yaitu:

1. Tidak adanya keturunan
2. Istri yang sakit berkepanjangan
3. Adanya masa haid dan nifas bagi istri yang menghalangi untuk bergaul.
Dr. Yusuf al Qaradhawiy menambahkan, bahwa diantara sebab poligami ialah karena jumlah wanita lebih banyak dari pada laki-laki . Yang merupakan tanda-tanda akan datangnya akhir zaman.
Jadi jelaslah bagi kita bahwa Nabi SAW telah melakukan poligami. Namun poligami yang beliau lakukan tentu sangat berbeda deangan kita. Maksudnya Allah telah membolehkan poligami kepada Rasul sebanyak sembilan orang (dalil: al-Ahzab: 52). Dan kita juga diperbolehkan berpoligami, namun hanya dengan empat orang wanita, itupun jika kita mampu untuk berlaku adil pada mereka ( dalil: an-Nisa': 3).

C. Aplikasi Poligami Menurut Beberapa Kalangan

1) Mazhab Syafii'

Di mazhab Syafii' ini, surat an-Nisa':3, merupakan ayat penjelas tentang bolehnya poligami dan juga merupakan penjelas tentang batas wanita dalam berpoligami itu. Yaitu sebanyak empat orang. Tak boleh melebihi batas ketentuan tersebut, yang boleh melebihinya hanyalah nabi SAW.

2) Kelompok Syia'h Rafidah

Kelompok Syia'h Rafidah ini juga membolehkan poligami. Namun mereka sungguh keterlaluan dalam mengungkapkan batas wanita dalam praktek poligami. Menurut mereka seorang kaki-laki boleh saja melebihi empat orang wanita dalam melakukan poligami. Tentu hal ini sangat tak beralasan.

3) Sebagian Ahli Zahir

Pendapat mereka hampir sama dengan kelompok Syi'ah Rafidah di atas. Yaitu boleh melebihi empat orang wanita dalam berpoligami. Bahkan mereka berpendapat, bahwa boleh menikahi wanita hingga 18 (delapan Belas) orang. Sebab mereka memahami ayat ke-3 dari surat an-Nisa, yaitu: Bilangan yang terdapat di ayat tersebut berupa ''tikrar'' atau pengulangan. Dan waw di ayat itu adalah waw jama'. Dengan arti kata yang mereka pahami, adalah: (2+2)+(3+3)+(4+4)=18. Sungguh mereka telah sangat jauh dalam memahami ayat ini.

4) Keterangan Dari Imam Qurtubiy

Berkaitan dengan pendapat yang diutarakan oleh kelompk Syia'h Rafidhah dan sebagain Ahli Zahir ini, Beliau berkata: '' Maksud dari bolehnya dua, tiga atau empat itu bukan berarti sembilan (sebab diantara Syia'h rafidhah dan sebagain Ahli zahir menafsirkan: 2+3+4=9). Lanjutnya beliau mengatakan, ini hanya pendapat orang-orang bodoh.

5) Pendapat Sayyid Sabiq

Berkaitan dengan hitungan jumlah yang dipahami oleh Syi'ah Rafidhah dan sebagain Ahli Zahir tadi, maka Sayyid Sabiq berkata: '' Bahwa ''waw'' di Q.S an-Nisa':3, adalah berfungsi sebagai badal. Maksudnya, yaitu: tiga adalah ganti dari dua dan empat adalah ganti dari tiga. Dan boleh juga waw di konteks ayat itu berarti ataf.

6) Keterangan Dari Ibnu Katsir

Berkaitan dengan Q.S an-Nisa':3, ia berkata: ''Sungguh, jikalaulah Allah SWt membolehkan kepada kita untuk mengumpulkan istri lebih dari empat, tentulah Allah menyebutkan (melalui firman-NYA). Selanjutnya ia menuturkan penjelasannya dengan mengutip ungkapan Imam Syafii, Imam Syafii berkata: '' Sungguh telah datang keterangan yang jelas dari Rasulullah SAW, bahwa tak seorangpun dibolehkan untuk mengumpulkan istrinya melebihi empat wanita. Kecuali hanya Rasulullah SAW. Dan ini adalah ijma' para ulama.
Di dalam tafsir itu, beliau mencamtumkan riwayat dari Syafii. Yang menerangkan, bahwa Naufal bin Mua'wiyah ad-Daily berkata: '' Saya telah telah memeluk Islam, dan saya memiliki lima orang istri. Maka Nabi SAW memerintahkan kepada saya untuk memilih empat dan meninggalkan sisanya.

D. Aplikasi Keadilan Sebagai Sebuah Syarat Dalam Berpoligami

Dengan turunnya Q.S an-Nisa': 3, maka sesungguhnya secara tersirat ayat ini ini telah membolehkan kepada setiap lelaki untuk melakukan poligami di atas dunia ini. Namun permasalahnnya sekarang adalah apakah bisa orang yang melalakukan poligami tersebut menerapakan keadilan dalam pologaminya? Ditambah lagi dengan pendapat sebagaian kalangan yang menolak praktek poligami ini. Sebab lelaki itu selamanya tak akan bisa berbuat adil. Yang mana mereka berdalil dengan firman Allah SAW, yaitu: Q.S an-Nisa': 129:
Yang artinya:
'' Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil terhadap istri-istri(mu). Walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung ( kepada yang kamu cintai itu), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ( Q.S an-Nisa': 129)
Untuk menjawab penolakan ini, maka marilah kita melihat dan mengamati pendapat dari beberapa ulama tentang maksud dari konteks ayat tersebut. Terutama dalam konteks keadilan yang dimaksudkan ayat;

Sayyid Sabiq berpendapat;
'' Sesungguhnya maksud dari ayat ini telah jelas sebagaimana lahiriahnya. Yang berkaitan dengan keadilan yang terjadi dan kuasa kita menunaikannya. Adil yang dimaksudkan disini adalah bukan adil pada mawaddah dan mahabbah. Karena yang dua ini tentulah tidak ada seorang insan pun yang mampu melakukannya. Lagi pula, sesungguhnya adil yang dinafikan disini adalah : mahabbah, mawaddah dan jima'.
Muhammad bin Sirin menanyakan maksud ayat ini kepada Ubaidah. Maka Ubaidah berkata kepada dia:
'' Maksud adil disini adalah mahabbah dan jima'.''

Jadi jelaslah bagi kita, bahwa konteks ayat ini tak bertentangan dengan Q.S an-Nisa':3. Sebab makna hakikat dari keadailan itu adalah: '' keadilan pada makanan, tempat tinggal, pakaian dan kebutuhan-kebutuhan biasa lainnya. Serta Keadilan di konteks ayat itu juga bermaksud, agar pihak lelaki tidak merugikan pihak istrinya, tidak mencelakakannya dan tidak menelantarkannya serta bukan untuk pemuas nafsunya semata. Maka, jika makna keadilan bertolak arah dari pemahaman ini, maka sungguh jika ia melakukan poligami, maka haramlah poligami itu baginya.
Berkaitan dengan aplikasi keadilan ini, maka sungguh Nabi SAW telah bersabda. Yang artinya:
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: '' Siapa yang memiliki dua istri, kemudian ia condong kepada salah satu dari yang dua itu, maka pada hari kiamat nanti ia akan datang dalam bagian yang miring (condong). (H.R Abu Dawud)

E. Hikmah-hikmah Poligami

Diantara hikmah poligami:
Di bidang sosial. Yaitu, dengan semakin membludaknya jumlah wanita dibandingkan dengn jumlah laki-laki, sehingga menimbulkan banyaknya kasus pelecehan seksual kepada wanita serta banyaknya tersebar perzinahan dan pergaulan bebas, maka poligami merupakan solusi agar kemungkinan itu dapat berkurang. Bahkan menghilang dari dunia ini.
Poligami juga merupakan solusi, agar para wanita yang belum dilamar, ia dapat pula merasakan indahnya pernikahan.
 Disegi indifidu. Yaitu, banyaknya kasus yang terjadi di keluarga seperti adanya istri yang tak bisa melahirkan atau memilki penyakit, dan untuk lebih memberikan kemaslahatan bagi suami dalam menunaikan lebih sempurna kebutuhan biologisnya, sebab mungkin istrinya kurang membahagiakannya, maka poligami adalah merupakan solusi terbaik dalam menangani permasalahan itu.
Poligami merupakan sebuah rahmat dari Allah SWT. Dan ini menandakan bahwa agama Islam itu sungguh sangat sempurna dan sangat menghendaki kemaslahatan bagi penganutnya. Karena Islam itu sendiri merupakan rahmatal lil a'lamin.
Poligami merupakan ujian iman dan kesolehahan bagi seorang wanita. Dengan arti kata, sanggupkah ia menerima hukum Islam itu? sanggupkah ia dimadu? sanggupkah ia berbagi kebahagiaan dengan saudarinya yang lain? Sungguh wanita yang solehah akan menyanggupi itu semua.
Justru dengan adanya poligami, maka martabat kaum hawa dapat terangkat. Karena dengan adanya aturan ini, maka kaum Adam tak dapat berbuat sesuka hatinya.




F. Penutup

Kesimpulan
Dari uraian dan beberapa penjelasan di atas, maka dapatlah kita menarik beberapa kesimpulan, diantaranya:
Pertama, sesungguhnya praktek poligami itu telah ada semenjak datangnya agama Islam. Namun kemaslahatan dari praktek itu sungguh sangat jauh yang diharapkan.
Kedua, sungguh agama Islam telah mengakui adanya poligami. Bahkan Islam telah mengatur batas poligami tersebut, yaitu hanya dengan empat orang wanita.
Ketiga, bagi orang yang memahami betul ajaran Islam, maka sesungguhnya ia tak akan menentang praktek poligami. Sebuah logika yang menyentak pikiran kita, kenapa kita tak boleh menentang syaria't poligami ini, sebab praktek ini telah ada di dalam al-Quran, Nabi SAW juga telah melakukannya, begitu pula para tabiin hingga generasi sesudahnya.
Keempat, Islam itu indah, mudah dan sangat menghendaki kemaslahatan. Kenapa kita harus mempersulit diri. Dan kenapa pula kita harus menolak aturan yang telah Allah peruntukkan bagi kemaslahatan hambanya. Sesungguhnya sikap kita selaku seorang hamba yang beriman dan bertaqwa, setelah jelas kebenaran itu adalah kita dengar dan kita taati.
Kelima, sesungguhnya emansipasi wanita dan kesetaraan jender adalh salah satu bentuk ghozwatul fikri yang dibuat dan disebarkan oleh golongan yang tak menghendaki Islam itu maju dan berkembang di Sentaro dunia.
Keenam, (baca: baca terakhir), sesungguhnya agama Islam merupakan solusi bagi segala permasalahan umat manusia yang ada di atas dunia ini.
Wallahu a'la wa a'lam...

Ramsis nan indah, 23 Maret 2007



G. Daftar Pustaka

Al Quran al Karim
Abu Hasan Ali al-Hasaniy an-Nadwiy, Madza Khasiru al-Alam Bin Hithati al-Muslimin, (terjemahan), 1984 (Beirut: Dar al- Quran al-Karim)
Abu Khalil , Syauqi, al Islam Fi Qafas al Ittiham, 2004 (Beirut: Dar al-Fikr al-Mua'shir, Demaskus : Dar al-Fikr)Cet.5
Al-Qaradhawiy, Yusuf , al Halal Wa al Haram Fi al Islam, 1994 ( Beirut: al Maktab al Islami) cet. 15
Aqad, Abbas Mahmud, Hakaikul Islam Wa Abatil Khusumi
Ibnu Katsir, Tafsir Quran al-Adzim, 2004 (Kairo: Maktabah Shofa) cet. Pertama. Jilid ke-1&2, hal. 126
Imam al Qurthubiy, Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad al Anshariy, 2002, al Jaami' Li Ahkam al Quran, ( Kairo: Dar Hadits) jil. 3, hal. 20
Husein, Abdurrahman, Hitam Putih Poligami, 2006, Kairo
KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia), 2002 (Jakarta: Balai Pustaka), cet. Ke-2

Sabiq, Sayyid, Fiqhus Sunnah, 1999 (Kairo: Dar al-Fath Li I'lamil A'rabiy) jilid ke-2
Zaidan, Jurji, al Mar'ah Baina al Fiqh Wa al Qanun